Dalam sejarahnya, setiap anak manusia terlahir dan keudian terbiasa dengan peranti permainan sejak usianya yang masih sangat muda. Sejak masih kecil orang sudah biasa bermain-main dengan aneka macam hal, termasuk tentu saja di dalamnya peranti bahasa sebagai aparatusnya. David Crystal (1998) mennyebutkan bahwa ketika orang-orang masih dalam usia kanak-kanak, sebagian besar orang tua berbicara dengan model permainan bahasa dengan diri mereka. Dia mencatat bahwa tidak kurang dari 90% perbincangan antara para orang tua dengan anak-anak mereka yang masih kanak-kanank itu dilakukan dengan model-model permainan tinggi-rendah nada, jenis dan warna suara, gaya dan perilaku, dan lain lain. Bahkan ketika seseorang menginjak usia mulai dewasa sekalipun dia masih demikian dekat dengan permainan bahasa dalam keseharian hidupnya. Seterusnya dalam usia dewasa, bahkan di masa tua sekalipun permainan tersebut masih dekat dan erat serta selalu dijalani dalam keseharian hidup mereka. Itulah sesungguhnya hakikat manusia sebagai homo ludens, makhlukbermain, yang melekat erat pada setiap manusia bahkan ketika usianya lewat senja.
Di berbagai tempat umum, di banyak sudut jalan protokol kota, banyak sekali ditemukan tulisan yang tidak selalu memiliki makna penulis, dan kadangkala justru hanya merupakan permainan bahasa belaka. Bahkan di luar negeri, di negara negara yang sudah modern sekalipun, kebiasaan kebiasaan anak muda untuk bergrafiti ria itu tidak dapat ditiadakan dan dihapuskan. Selain menandai keinginan keinginan eksistensi di tengah tengah kelompok masyarakat yang mewadahinya, tulisan tulisan semacam itu lazimnya juga sarat dengan nuansa kejenakaan. Pembelajaran bahasa juga ternyata diyakini dapat membuahkan hasil optimal jika di dalamnya divariasi dengan aneka permainan bahasa dengan segala perantinya. Alih-alih mengajarkan komponen komponen struktur dan ikon ikon kebahasaan secara konvensional, pembalajaran bahasa diyakini lebih berhasil jika dilakukan dengan menyelipkan rupa rupa permainan yang jelas jelas dapat menarik perhatian dan tidak pernah membosankan siapa pun juga.
Oleh karena itu, tidak aneh pula jika dalam konteks niaga, permainan bahasa semacam itu selalu digunakan, setidaknya untuk menarik perhatian pembeli atau pelanggan setianya. Tidak saja lewat advertensi atau iklan iklan yang disajikan dengan aneka bentuk bahasa yang serbamini kata seperti disampaikan terdahulu, advertensi juga dapat disajikan lewat pelesetan bahasa. Dengan pelesetan yanga sudah tentu memunculkan maujud bahasa yang tidak terlalu konvensional, perhatian orang dapat ditambat dan diikat olehnya. Pasalnya, bentuk bentuk pelesetan bahasa yang demikian selalu menghadirkan kebaruan kebaruan. Dan secara naluriah, barang-barang yang mencuat dengan serbabaru selalu saja menearik perhatian seseorang.
Jadi, di situlah sesungguhnya titik fokusnya, mengahapa dalam dunia bisnis pelesetan bahasa dikembangkan dan didayagunakan. Contoh contoh yang anda sampaikan di depan memperjelas pernyataan ini. Alih alih digunakan ‘kentucky fried chiken’ yang sudah amat ternama dan berpaten itu, para pengusaha ayam goreng kecil kecilan di Yogyakarta menggunakan Kentuku Fried Chiken atau mungkin juga ‘Ayam Goreng Kontuku’. Selain sebagai manifestasi proses kreatif dan inovasi dalam berbahasa, bentuk bentuk semacam itu juga sesungguhnya memudahkan proses analogi dan asosiasi bagi para calon pembeli atau pelanggannya.
Juga, alih alih digunakan nama rumah makan konvensional, orang cenderung memunculkan kebaruan dengan memelesetkan namanya menjadi ‘Padang Arafah’ atau mungkin ‘Padang Njingglang’, dan sejenisnya. Orang orang jawa juga senang menemai warung makannya dengan istilah istilah jawa, namun dengan kreatifivas tersetentu bisa seakan-akan menjadi layaknya nama rumah makan jepang yang sangat ternama. Misalnya saja, ‘Takhasimura’ dan ‘Isakuiki’ seperti yang anda sampaikan di depan tadi. Di wilayah Yogyakarta juga banyak sekali ditemukan produksi kaos Dagadu, dengna tulisan tulisan serba aneh dan beraneka ragam maujudnya. Bahkan keanehan dan keragaman bentuk bahasa itu sering kali kurang masuk akal jika dibaca sepintas, tetapi setelah direnungkan cukup waktu, tulisan tulisan itu memiliki makna yang relatif jelas juga.
Dilihat dari sisi pembinaan dan pengembangan bahasa secara formal struktural, bentuk bentuk peleseatan bahasa ini memang tidak sepenuhnya menndukung pemahaman dan pendalaman makna khalayak. Tetapi, jika dilihat dari sisi metodologi pembelajaran bahasa, para pembina dan pakar bahasa yang sangat kreatif dan inovatif benar benar menemukan surga dunianya, dengan dimunkinkannya dipakai peranti peranti permainan bahasa semacam ini di dalam pembelajaran bahasa. Tidak saja pembelajaran bahasa Indonesia yang menggunakan variasi permainan demikian, bahkan pembelajaran bahasa bahasa asing sekalipun sangat baik manakala disampaikan dengan peranti permainan ini.