Baluran sehelai lain kecil
mengelilingi dahi bercak merah
saksi kejadian semalam.
Ku lindungi tanahku,
Ku lindungi daulatku.
Ku lindungi,
demi mempertahankan satu pekik.
Merdeka!
Tanpa sangsi,
ku naiki gedung itu,
Ku raih puncaknya.
Ku tingkap layar besar itu,
dan aku robek Biru yang menumpang,
dibawah Merah dan Putih.
Aku girang!
Turun pun masih kibarkan,
layar Biru.
Dari jauh,
peluru keluar,
dari mulut senapan.
Timah panas melaju cepat bagai angin,
menembus dahi, hingga aku terasa mati.
Badanku, terlentang lemas.
Mataku, merasakan sakitnya.
Seluruh tubuhku, dipikul menuju entah kemana.
Kini, aku terbaring.
Hanya bertemankan,
baluran sehelai kain kecil,
mengelilingi dahi bercak Merah,
serta tangan Kanan,
menggenggam kain Biru.